Rabu, 18 Maret 2009

Leli Yunita


Aku ingat dimana aku jatuh cinta dan mengejar seorang gadis pertama kali. Waktu itu aku masih semester 3 namanya Leli Yunita. Dia saat itu masih kelas 2 SMK. Kami pertama kali berkenalan di gua Maria Kereb Ambarawa. Waktu itu dia pergi bersama kakak angkat saya namanya Murwandono atau biasa di panggil Wawan. Leli anak yang manis dan tinggi juga sedikit pendiam. Ada tahi lalat kecil di bibir kiri atasnya yang membuatnya terlihat makan cantik saat dia tersenyum. Wow…. Pikirku aku jatuh cinta untuk pada pandangan pertama. Satu hal lagi yang membuat aku semakin tertarik pada Leli karena Ia memiliki tanggal lahir yang sama dengan tanggal lahir ku…… Perkenalan pertama adalah membuat ku merasa jantung ini berdetak keras sampai-sampai lutut ini lemas. Entah untuk tetap berdiri adalah satu perjuangan berat bagiku. Akhirnya dari beberapa pertanyaan aku kepada Wawan. Aku baru tahu kalau dia tinggal di dekat kos Wawan.
Waktu itu Wawan masih berpacaran dengan seorang gadis satu gereja, saat itu hubungan mereka sedang retak. Dan Leli merupakan pelarian dari Wawan untuk melupakan kisah cintanya yang sedang berantakan. Suatu saat di sebuah kesempatan aku menanyakan kepada Wawan sejauh mana dia ingin berhubungan dengan Leli. Wawan mengatakan dia cuma ingin menganggap Leli sebagai adik saja tidak lebih, karena Leli bukan type gadis yang dia cari. Wow…. Angin segar menurut aku inilah saatnya aku bergerak, maka mulai saat itu aku rajin main ke rumah Leli walau mungkin hanya untuk sekedar ngobrol. Gerilya kepada dia untuk menunjukan rasa kalau aku care dan peduli pada dia. Segala hal yang dia butuhkan aku selalu siap membantu, dari ngajarain dia matimatika, sampai membetulkan setrika yang rusak di rumahnya. Akhirnya terjadi kedekatan antara kami berdua… suatu kedekatan yang cukup baik…. Akhirnya Leli menanyakan kenapa Wawan sudah tidak pernah main lagi ke rumahnya. Karena dia merindukan Wawan dan jatuh cinta kepadanya…. Hmmm ini merupakan pukulan telak bagi saya, berarti selama ini perjuangan saya sia-sia, Leli Cuma menganggap saya sebagai seorang teman dan tidak lebih dari itu. Hatinya masih menyukai Wawan dan berharap Wawan datang kepadanya. Akhirnya karena aku mengasihi dia, aku ngak mau dia bersedih, aku mengatakan kepadanya akan mengajak wawan main kerumahnya. Saat itu aku melihat senyuman keceriaan yang berbeda di wajahnya, senyuman pengharapan akan cinta Wawan dan benar-benar menghancurkan aku.
Akhirnya aku menanyakan kepada Wawan kenapa dia ngak pernah main lagi ke tempat Leli. Wawan cuma berkata kalau dia ngak punya perasaan apa-apa. Dia tidak mau Leli menganggap perhatiannya karena dia suka sama Leli. Dia cuma ingin menjalin persahabatan seperti layaknya kakak dan adik. Dan rupanya wawan juga mencium gelagat kalau aku menyukai Leli. Lalu dia mengatakan kepadaku “ Untuk kamu aja ik “. Tetapi saat itu aku menyangkal aku cuma ingin membantu aja, ngak ada maksud lain. Aku menyangkal dengan omonganku kalau aku menyukai Leli. Setiap kali aku bertemu dengan Leli aku selalu berjanji untuk mempertemukan dia dengan Wawan. Dan akhirnya ,karena aku sayang banget dengan Leli dan aku ngak mau dia bersedih terlalu lama, akhirnya aku buat rencana untuk mempertemukan mereka berdua. Pertama adalah aku mengajak Leli untuk bertemu dengan Wawan di suatu tempat. Lalu aku berjanji kepada Wawan untuk mengajak dia makan di Pizza Hut yang waktu itu masih baru buka di kota kami. Lalu aku mencari pinjaman sebesar Rp 50.000 yang aku anggap cukup untuk makan kami bertiga.
Rencana berjalan dengan mulus, aku menjemput Leli di rumahnya. Dan dia berpenampilan sangat cantik waktu itu. Aku belum pernah melihat dia berpenampilan secantik itu. Tentu saja untuk bertemu dengan orang yang di cintainya, rasa sakit mulai mengiris hatiku. Kami naik angkutan menuju pusat perbelanjaan di kota kami. Lalu aku menelpon wawan dan mengatakan kalau kami sudah akan sampai, setibanya di sana aku langsung memesan meja dan makanan. Aku pesan porsi yang paling besar karena aku pikir mungkin cukuplah buat kita bertiga. Tak lama kemudian Wawan datang dengan senyum kecut, karena ia kaget bertemu dengan Leli. Aku mempersilahkan Wawan duduk dan memesan minuman. KehenIngan terjadi cukup lama… suasana yang tidak enak menurut aku. Kita seperti berada di beberapa planet yang berjauhan, Wawan menatap aku dengan pandangan menghujam dan mempersalahkan aku. Lalu akhirnya aku angkat bicara… aku mengatakan kalau aku ingin Wawan jujur kepada Leli. Aku Cuma mengatakan aku ingin mereka berdua kembali rukun dan tidak saling menyembunyikan perasaan. Aku meminta mereka menyelesaikan masalah ini dan aku akan meninggalkan mereka berdua untuk berbicara. Lalu aku berdiri dari kursi dan meninggalkan mereka berdua dan duduk di luar sebentar. Dari luar aku melihat Wawan berbicara dengan Leli, dan aku melihat Leli terisak-isak. Hatiku serasa di sayat sembilu dan pedih melihat Leli menangis. Tak lama kemudian mereka memanggil aku masuk. Tatapan keduanya seolah-olah menyalahkan aku…
Tak lama kemudian setelah aku datang mereka mengatakan kalau mereka sudah selesai berbicara dan sekarang mau pulang. Lalu aku mengatakan makanlah dulu setidaknya, karena aku melihat pizza di meja belum habis dan baru beberapa potong yang disentuh. Tetapi mereka memaksa untuk pulang. Akhirnya aku meminta Bill tetapi aku sedikit kaget karena semuanya habis Rp 62.000 dan aku hanya punya uang Rp.50.000. aku bingung bagaimana membayarnya. Lalu aku ajak Wawan ke toilet dengan maksud meminjam uang Rp 12.000,-. Wawan meminjamkan tetapi selama di toilet dia mengatakan tidak suka atas rencana aku ini. Dan dia mengatakan kalau aku ngak punya uang tidak usah mengajak kami makan. Setelah aku bayar Bill nya kami segera meninggalkan meja yang masih utuh makanan dan minumannya. Aku merasa pedih karena makanan itu aku beli dengan uang pinjaman tetapi tidak tersentuh juga. Wawan segera menghilang, entah kemana dan aku masih mengantarkan Leli yang masih terisak ke angkutan umum terdekat. Aku mengatakan kalau aku tidak bisa mengantarnya sampai rumah, alasanku bahwa aku mesti kuliah malam . Tetapi sesungguhnya aku sudah tidak punya uang sepeserpun. Kuhantar kepergian angkutan umum itu dengan hati pedih, karena aku masih melihat Leli yang terisak-isak.
Akhirnya aku pulang jalan kaki, padahal jarak dari pusat perbelanjaan ke rumah saya cukup jauh sekitar 10 km. Perjalan memakan waktu 6 jam hingga tiba dirumah jam 12 malam. Selama perjalanan aku berpikir.
aku memang sayang dengan Leli, salah kah aku jika aku berkorban untuk merelakan dia ke wawan… asalkan dia bahagia…. Salahkah?
Salahkah aku mengajak mereka bertemu, supaya mereka bisa menunjukan perasaan masing-masing… toh aku mengajak mereka bertemu karena aku tidak tahan terhadap rongrongan Leli yang selalu menagih janji kepadaku, supaya dipertemukan dengan Wawan?
Apakah aku salah menaruh perasaanku dengan seseorang, aku tidak bahagia, aku sakit hati, aku sedih…. Tidak apa-apa, asalkan orang yang aku kasihi bahagia…?
Pertanyaan ini masih belum bisa aku jawab hingga saat ini. Akhirnya beberapa hari kemudian aku main ketempat Leli, tetapi dia tidak mau menemuiku. Ibunya marah kepadaku karena membiarkan dia pulang sendirian dan aku meminta maaf. Lalu ibunya juga mengatakan kalau dia kecewa dengan Wawan karena menyia-nyiakan anaknya. Lalu Ibunya menanyakan kepada aku apa perasaan aku. Aku berkata kalau aku memang suka pada Leli, dan aku sayang sama dia. Tetapi aku tidak pernah dan tidak akan memaksakan perasaanku kepada Dia. Lalu ibunya berkata kalau Leli sesungguhnya tahu perasaanku, dan dia hanya menganggap aku sebagai saudara. Aku menjawab kalau aku juga tahu, justru karena itu aku mengusahakan yang terbaik buat dia. Aku tahu juga kalau Leli bersembunyi di dalam dan tidak mau menemui aku. Maka tidak lama kemudian aku pamit pulang. Berkali-kali sesudahnya aku masih bersusaha menemui Leli, tetapi dia tidak mau menemui aku… Pertemanan kita berakhir dengan begitu saja, tetapi yang paling menggenaskan adalah setelah pengorbananku yang aku lakukan. Pengorbananku tetaplah sia-sia, kisah cinta ini kandas tanpa aku bisa menemukan jawaban-jawaban dari semua pertanyaanku diatas…